Ketika Presiden Soeharto lengser, terjadi berbagai persoalan social dan ekonomi di berbagai wilayah Indonesia. Kerusuhan yang terjadi di bulan Mei 1998 meluas kea rah kerusuhan rasial. Warga peranakan Tionghoa yang sudah menjadi WNI sejak lama menjadi sasaran sentiment pribumi dan antar pribumi. Hal tersebut juga dilatarbelakangi oleh kecemburuan social.
Kerusuhan social berikutnya muncul di Maluku Utara dan Ambon antara umat Islam dan Kristen. Kerusuhan yang bernuansa religius itu menghancurkan rumah-rumah, tempat beribadah, sarana pendidikan, dan lain-lain.
Kerusuhan social yang bernuansa etnis kembali terjadi di Sambas, Singkawang, dan Jakarta. Ketimpangan ekonomi antara etnik Dayak dan Madura mendorong tindakan pembunuhan di antara kedua etnis tersebut.
Presiden Abdurrahman Wahid mendorong pluralismedan keterbukaan. Dia membolehkan umat cina konfusius untuk melakukan perayaan secara terbuka. Dia memutuskan Irian Jaya dinamakan kembali sebagai Papua.
Kerusuhan antar etnis terus berlanjut. Kerusuhan yang terutama berbahaya adalah pembunuhan antarumat Islam dan Kristen di Maluku yang masih berlanjut. Lebih dari 1000 orang mati sepanjang tahun 1999.
Informasi tentang garis kemiskinan yang terakhir menunjukkan bahwa 1999-2002, persentase penduduk di bawah garis kemiskinan turun dari 23% menjadi 18%. Akan tetapi, masih banyak sekali penduduk Indonesia merasa terancam.
Pada masa pemerintahan Megawati, masih ada beberapa daerah yang ingin menambah otonomi mereka atau malah melepaskan diri dari Indonesia, terutama Aceh dan Papua. Di Papua, seorang pemimpin gerakan kemerdekaan, Theys Eluay dibunuh pada bulan November 2001. Tujuh anggota TNI dihukum penjara atas pembunuhan itu.
Pada masa pemerintahan SBY, Kabinet Persatuan Nasional disusun berdasarkan profesionalisme, namun dengan dasar merangkul seluruh kekuatan politik yang ada di Indonesia.
Tim ekonomi yang baru dibentuk pada akhir tahun 2005 adalah tim ekonomi yang propasar terbuka. Mereka menginginkan Indonesia ikut dalam pasar terbuka dunia. Artinya, Indonesia bisa mendapat devisa yang banyak jika dapat bertanding dalam pasar terbuka tersebut.
sumber : Buku sejarah saya waktu SMA
Kerusuhan social berikutnya muncul di Maluku Utara dan Ambon antara umat Islam dan Kristen. Kerusuhan yang bernuansa religius itu menghancurkan rumah-rumah, tempat beribadah, sarana pendidikan, dan lain-lain.
Kerusuhan social yang bernuansa etnis kembali terjadi di Sambas, Singkawang, dan Jakarta. Ketimpangan ekonomi antara etnik Dayak dan Madura mendorong tindakan pembunuhan di antara kedua etnis tersebut.
Presiden Abdurrahman Wahid mendorong pluralismedan keterbukaan. Dia membolehkan umat cina konfusius untuk melakukan perayaan secara terbuka. Dia memutuskan Irian Jaya dinamakan kembali sebagai Papua.
Kerusuhan antar etnis terus berlanjut. Kerusuhan yang terutama berbahaya adalah pembunuhan antarumat Islam dan Kristen di Maluku yang masih berlanjut. Lebih dari 1000 orang mati sepanjang tahun 1999.
Informasi tentang garis kemiskinan yang terakhir menunjukkan bahwa 1999-2002, persentase penduduk di bawah garis kemiskinan turun dari 23% menjadi 18%. Akan tetapi, masih banyak sekali penduduk Indonesia merasa terancam.
Pada masa pemerintahan Megawati, masih ada beberapa daerah yang ingin menambah otonomi mereka atau malah melepaskan diri dari Indonesia, terutama Aceh dan Papua. Di Papua, seorang pemimpin gerakan kemerdekaan, Theys Eluay dibunuh pada bulan November 2001. Tujuh anggota TNI dihukum penjara atas pembunuhan itu.
Pada masa pemerintahan SBY, Kabinet Persatuan Nasional disusun berdasarkan profesionalisme, namun dengan dasar merangkul seluruh kekuatan politik yang ada di Indonesia.
Tim ekonomi yang baru dibentuk pada akhir tahun 2005 adalah tim ekonomi yang propasar terbuka. Mereka menginginkan Indonesia ikut dalam pasar terbuka dunia. Artinya, Indonesia bisa mendapat devisa yang banyak jika dapat bertanding dalam pasar terbuka tersebut.
sumber : Buku sejarah saya waktu SMA
0 komentar:
Posting Komentar
budayakan untuk selalu membaca dan memberi pendapat ☺